NUCLEAR THRESHOLD: ESKALASI KONFLIK DAN RAMALAN NUBUWWAH DALAM KONTEKS SENJATA NUKLIR
Nuclear threshold dan Interpretasi Nubuwwah Rasulullah SAW
Konsep nuclear threshold merujuk pada titik kritis dalam konflik militer di mana salah satu pihak dapat terdorong untuk menggunakan senjata nuklir. Eskalasi menuju titik ini dapat dipicu oleh berbagai faktor, termasuk serangan terhadap aset militer strategis, kegagalan diplomasi, atau tekanan politik yang ekstrem. Dalam konteks perkembangan geopolitik terkini, beberapa front konflik seperti Laut Hitam, Laut Merah, dan Baitul Maqdis menunjukkan potensi untuk mencapai nuclear threshold, di mana kekuatan nuklir besar seperti Amerika Serikat mungkin terlibat.
Dalam kerangka pemikiran ini, munculnya hadis Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Aalihi wa Sallam tentang “Api dari Yaman yang akan menerangi leher-leher unta di Basrah” menjadi sorotan. Ada interpretasi modern yang melihat nubuwwah ini sebagai simbol dari potensi konflik global yang berujung pada kehancuran nuklir. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis tren militer dan geopolitik yang berkembang di sekitar Yaman dan Laut Merah, serta bagaimana konflik ini (akhirnya) dapat mencapai nuclear threshold, yang dalam skenario apokaliptik mungkin sesuai dengan peringatan nubuwwah tentang bencana besar di akhir zaman.
Yaman: Salah-satu Titik Flash Points Utama dalam Eskalasi Konflik Global
Yaman telah menjadi medan konflik yang sengit antara kelompok Houthi, yang didukung oleh Iran, dan koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi dengan dukungan Amerika Serikat. Dengan kekalahan strategis yang dialami oleh Saudi dalam pertempuran ini, Yaman telah berkembang menjadi pusat perlawanan yang kuat, dilengkapi dengan teknologi militer yang semakin canggih, termasuk kemampuan rudal balistik anti-kapal atau anti-ship ballistic missile (ASBM). Dengan adanya dukungan dari Iran, Houthi mampu mengembangkan sistem Anti-Access/Area Denial (A2/AD) di Laut Merah, menciptakan zona sanggah-sangkal maritim (maritime denial bubble) yang signifikan.
Dengan meningkatnya kemampuan militer Houthi, gugus tempur kapal induk Amerika Serikat yang beroperasi di wilayah ini berada dalam ancaman nyata. Rudal-rudal ASBM Houthi, baik melalui serangan terencana maupun insidental, dapat mengenai target vital seperti kapal induk.
Jika skenario ini terjadi, kemungkinan detonasi nuklir dari arsenal kapal induk yang menjadi sasaran menjadi sangat probable, dengan korban signifikan.
Jika itu terjadi, Amerika Serikat kemungkinan akan merespons dengan kekuatan militer yang lebih besar, yang dalam situasi ekstrem bisa mencakup penggunaan senjata nuklir, diawali dengan nuklir taktis, dengan eskalasi yang nyaris irreversible .
Skenario Apokaliptik Dukhan: Blinding Gamma Flash, dan Mushroom Cloud?
Dalam konteks eskalasi nuklir, skenario apokaliptik yang dikaitkan dengan nubuwwah Islamik (eskatologi Islam), seperti Dukhan (asap global) dan tanda-tanda hari kiamat, menjadi relevan. Dukhan dapat diinterpretasikan sebagai ledakan besar yang dihasilkan dari detonasi nuklir, di mana blinding gamma flash (kilatan sinar gamma yang membutakan) dan mushroom cloud (awan cendawan bagaikan jamur) menjadi simbol visual yang sering diasosiasikan dengan ledakan nuklir. Ini adalah gambaran nyata dari kekuatan destruktif senjata nuklir, yang dalam prophetic narrative nubuwwah dapat merujuk pada kehancuran besar yang mempengaruhi umat manusia.
Potensi bagi terjadinya skenario ini dapat dimulai dari Laut Merah, di mana konflik yang melibatkan Yaman bereskalasi hingga menghantam aset militer utama Amerika Serikat.
Dalam konteks doktrin Mutually Assured Destruction (MAD), penggunaan senjata nuklir oleh satu pihak akan memaksa balasan nuklir dari pihak lain, yang dapat dengan cepat mengarah pada kehancuran global. Peringatan nubuwwah tentang “Api dari Yaman yang akan menerangi leher-leher unta di Basrah” mungkin dipandang sebagai metafora untuk ledakan nuklir yang memiliki dampak global, dimulai dari Yaman dan menyebar ke wilayah lainnya.
Gugus Tempur Kapal Induk dan Risiko Eskalasi Nuklir
Gugus tempur kapal induk Amerika Serikat merupakan simbol kekuatan militer yang tangguh dan memiliki daya destruktif besar. Namun, keberadaannya di zona konflik seperti Laut Merah menjadikannya sebagai Center of Gravity (CoG) sekaligus menjadi target utama bagi serangan pihak lawannya. Dalam situasi di mana kapal induk AS terkena serangan ASBM dari Houthi, apalagi jika menimbulkan kerugian yang besar berupa detonasi nuklir, ada kemungkinan besar bahwa Amerika Serikat akan merespons dengan tindakan militer drastis. Jika potensi kehilangan aset militer yang signifikan terjadi, maka penggunaan senjata nuklir taktis dapat dipertimbangkan oleh komando militer AS sebagai opsi untuk mempertahankan superioritas strategis.
Proses otorisasi senjata nuklir di Amerika Serikat memang berada di bawah kendali Presiden (POTUS). Meskipun demikian, senjata nuklir taktis yang sudah disiagakan di lapangan—pada ketiga triad MAD, baik melalui armada, silo rudal ICBM, maupun long-range bomber—dapat meningkatkan risiko eskalasi yang tidak terduga.
Apalagi, jika proses komunikasi terputus atau terjadi krisis cepat, keputusan untuk menggunakan senjata nuklir mungkin saja berada pada tingkat komandan di lapangan, yang dapat mempercepat tercapainya nuclear threshold.
Sebagai catatan, gejala dan potensi terkait senjata nuklir taktis ini setidaknya sudah cukup signifikan di front Laut Hitam. Uraian ini akan dikupas pada pembahasan terpisah.
Doktrin MAD dan Kehancuran Global
Doktrin Mutually Assured Destruction (MAD) didasarkan pada keyakinan bahwa penggunaan senjata nuklir oleh satu pihak akan memicu balasan total dari pihak lain, yang pada akhirnya akan menghancurkan kedua belah pihak. Dalam konteks konflik yang melibatkan aktor non-negara seperti Houthi, doktrin ini bisa menjadi kurang relevan. Houthi, yang tidak mengikuti aturan konvensional dalam perang, mungkin saja meluncurkan serangan yang tidak diprediksi, yang dapat memaksa respons yang tak terukur dari Amerika Serikat atau sekutu-sekutunya.
Dalam skenario ini, penggunaan senjata nuklir dapat memulai siklus eskalasi yang cepat menuju perang nuklir skala penuh. Jika Houthi menyerang kapal induk Amerika, respon Amerika bisa melibatkan senjata nuklir taktis, yang kemudian dapat memicu serangan balasan nuklir dari kekuatan lain yang terlibat, seperti Rusia atau China, yang memiliki kepentingan strategis di wilayah tersebut. Skema ini menggambarkan skenario apokaliptik di mana dunia bergerak menuju kehancuran nuklir yang total, menciptakan mushroom clouds di berbagai wilayah.
Kesimpulan
Melihat perkembangan geopolitik saat ini, terutama di wilayah-wilayah seperti Yaman dan Laut Merah, risiko eskalasi menuju nuclear threshold semakin nyata. Skenario apokaliptik yang dikaitkan dengan nubuwah, seperti Dukhan dan “Api dari Yaman”, memberikan gambaran tentang potensi bencana besar yang dapat dimulai dari konflik regional dan berakhir dengan kehancuran nuklir global. Kemajuan teknologi militer, dikombinasikan dengan dinamika politik yang kompleks, menciptakan potensi bagi konflik bersenjata yang dapat berkembang menuju penggunaan senjata nuklir, dan pada akhirnya menuju titik kehancuran yang tak terelakkan.
Dalam dunia yang semakin kompleks dan berisiko ini, penting bagi aktor global untuk berkomitmen pada diplomasi preventif dan pengendalian senjata nuklir, guna mengelola diri dalam menghadapi skenario apokaliptik yang tidak hanya tercantum dalam nubuwwah, tetapi juga menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan peradaban manusia.
Oleh : Yogaswara Prabawanto, S. IP,. M.Si
Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI