
Pendahuluan
Kenakalan remaja (juvenile delinquency), yang secara umum didefinisikan sebagai keterlibatan anak di bawah umur dalam perilaku kriminal atau antisosial, merupakan fenomena sosial yang dibentuk oleh interaksi yang kompleks antara faktor keluarga, pendidikan, psikologis, dan lingkungan. Dalam konteks Singapura, kenakalan remaja tersebut ditangani dengan sangat serius, dengan sistem hukum, peradilan, dan kesejahteraan sosial yang dikoordinasikan untuk menekankan intervensi dini, rehabilitasi, dan reintegrasi. Infrastruktur hukum yang kuat di negara-kota tersebut—yang didukung oleh Children and Young Persons Act (CYPA)—memastikan bahwa pelaku kenakalan remaja tidak hanya dihukum tetapi juga diberi kesempatan terstruktur untuk melakukan reformasi.
Pendekatan Singapura terhadap peradilan remaja bersifat unik karena mengintegrasikan kebijakan negara, keterlibatan masyarakat, dan dukungan kelembagaan, yang secara konsisten lebih mengutamakan rehabilitasi daripada keadilan retributif. Model ini sangat berlandaskan pada nilai-nilai komunitarian, yang menekankan pentingnya keluarga dan masyarakat dalam pencegahan dan perbaikan kenakalan remaja. Lembaga-lembaga seperti Ministry of Social and Family Development (MSF), Youth Courts, Singapore Police Force, dan organisasi kesejahteraan swadaya memainkan peran yang saling terkait dalam mengidentifikasi, memproses, dan mendukung pelaku kenakalan remaja.
Berkat penegakan hukum yang ketat dan kerangka layanan sosial yang komprehensif, Singapura secara konsisten mempertahankan tingkat kenakalan remaja dan tindak pidana berulang yang rendah. Namun, perubahan dalam perilaku digital, dinamika teman sebaya, dan norma sosial yang terus berkembang memerlukan respons adaptif dari lembaga. Oleh karena itu, makalah ini mengkaji tren, pola, dan respons kelembagaan terhadap kenakalan remaja di Singapura berdasarkan data terkini dan perspektif ilmiah.
Tren dan Statistik
Data statistik yang dirilis oleh Kementerian Sosial dan Pembangunan Keluarga (MSF) menunjukkan bahwa kenakalan remaja di Singapura tetap relatif rendah dan stabil selama lima tahun terakhir. Menurut Lembar Fakta MSF tahun 2024, tingkat residivisme remaja—diukur sebagai proporsi remaja yang residivisme dalam waktu tiga tahun sejak pelanggaran pertama mereka—berada di sekitar 10% antara tahun 2019 dan 2022, dengan penurunan lebih lanjut menjadi 9,1% pada tahun 2023.
Pada tahun 2023 saja, 2.207 pelaku kenakalan remaja diproses berdasarkan Undang-Undang Anak dan Remaja (CYPA), yang mencerminkan penurunan marjinal dari 2.265 pelaku kenakalan remaja pada tahun 2022. Jenis pelanggaran yang paling umum dilakukan oleh remaja adalah:
- Pencurian toko (509 kasus)
- Penipuan (422 kasus)
- Pelanggaran seksual termasuk pelecehan dan kepemilikan materi cabul (321 kasus)
Secara demografis, sebagian besar pelaku kenakalan remaja berusia antara 10 dan 16 tahun, dan jumlah laki-laki jauh lebih banyak daripada perempuan. Yang penting, sekitar 80% dari remaja ini adalah pelaku pertama kali, yang menunjukkan strategi intervensi dini yang efektif oleh lembaga masyarakat dan negara.
Dari sudut pandang historis, angka-angka ini melanjutkan tren penurunan kenakalan remaja yang diamati sejak awal tahun 2000-an. Kajian sebelumnya menunjukkan bahwa model pencegahan dan rehabilitasi Singapura, yang mengintegrasikan keterlibatan masyarakat, intervensi negara, dan akuntabilitas orang tua, telah menjadi hal penting dalam mengelola kenakalan remaja. Guidance Programme (GP) dan Enhanced Guidance Programme (EGP)—yang mengalihkan remaja dari penuntutan formal ke program rehabilitasi terstruktur—juga berkontribusi pada penurunan residivisme.
Jika digabungkan, tren statistik ini menegaskan efektivitas pendekatan restoratif multi-lembaga Singapura dalam peradilan remaja, yang menyeimbangkan pencegahan (deterensi) dengan pembinaan (pembimbingan).
Kerangka Hukum dan Peradilan
Di Singapura, kerangka hukum yang menangani kenakalan remaja terutama diatur oleh Children and Young Persons Act (CYPA), yang mengatur perawatan, perlindungan, dan rehabilitasi remaja yang telah melakukan tindak pidana. Undang-undang tersebut membedakan antara remaja yang membutuhkan perlindungan dan remaja yang melakukan tindak pidana (youths in need of protection and youth offenders), dengan menawarkan proses dan hasil hukum yang berbeda tergantung pada sifat perilaku remaja. Tujuan utama CYPA adalah untuk memastikan bahwa remaja diberikan kesempatan untuk rehabilitasi sambil melindungi kepentingan masyarakat.
Pengadilan Remaja dan Proses Peradilan Remaja
Remaja yang terlibat dalam perilaku kriminal umumnya diproses di Pengadilan Remaja (Youth Court), pengadilan khusus yang menangani kasus yang melibatkan pelaku tindak pidana di bawah usia 16 tahun.. Pendekatan pengadilan memprioritaskan rehabilitasi daripada tindakan hukuman dan dirancang agar tidak terlalu bersifat konfrontatif dibandingkan proses pengadilan orang dewasa. Pelaku tindak pidana remaja diberi kesempatan untuk mengikuti program yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan masing-masing, dengan pilihan masa percobaan, penahanan di Youth Homes, atau partisipasi dalam Guidance Programme (GP) atau Enhanced Guidance Programme (EGP). Program ini bertujuan untuk mengatasi akar penyebab kenakalan, seperti disfungsi keluarga, pengaruh teman sebaya, atau kegagalan akademis, dengan memberikan bimbingan, konseling, dan bimbingan yang terstruktur.
Pengadilan Remaja beroperasi berdasarkan Children and Young Persons Act dan dipimpin oleh Hakim Distrik yang secara khusus dilatih dalam menangani kasus remaja. Pengadilan berfokus pada penentuan kepentingan terbaik anak, dengan penekanan khusus pada reformasi dan rehabilitasi. Tidak seperti sistem peradilan pidana orang dewasa, di mana hukuman lebih bersifat retributif, sistem peradilan remaja di Singapura memberikan fleksibilitas yang lebih besar, menawarkan tindakan hukuman alternatif yang mencakup konseling, intervensi berbasis keluarga, atau dukungan pendidikan dan pekerjaan.
Pedoman Pemberian Hukuman untuk Pelaku Tindak Pidana Remaja
Pemberian hukuman dalam kasus remaja di Singapura secara signifikan lebih bersifat rehabilitatif daripada dalam kasus yang melibatkan pelaku tindak pidana dewasa. Pengadilan sering mempertimbangkan berbagai faktor seperti usia remaja, catatan kriminal sebelumnya, dan keadaan pribadi saat memutuskan intervensi yang tepat. Hukuman umum meliputi:
- Probation: Pelaku remaja ditempatkan di bawah pengawasan petugas masa percobaan, dengan ketentuan yang mungkin mencakup menghadiri konseling, tetap bersekolah, atau melakukan pengabdian masyarakat.
- Youth Homes: Untuk pelanggar yang lebih serius, remaja dapat ditempatkan di Rumah Pemuda untuk masa rehabilitasi. Rumah-rumah ini menyediakan lingkungan terstruktur tempat para remaja menerima konseling dan terlibat dalam program pendidikan.
- Reformatory or Detention: Dalam kasus ekstrem, para remaja dapat ditahan di Sekolah Reformasi untuk jangka waktu yang lebih lama, biasanya untuk pelanggaran yang terus-menerus atau lebih serius.
Tindakan Pencegahan dan Program Pengalihan (Diversi)
Selain memproses pelanggar remaja melalui sistem peradilan, Singapura menekankan pentingnya tindakan pencegahan. Tindakan ini bertujuan untuk melakukan intervensi dini sebelum remaja terjebak dalam perilaku nakal. School Social Work Programme, misalnya, bekerja sama dengan sekolah untuk mengidentifikasi remaja yang berisiko dan memberikan intervensi tepat waktu.
Guidance Programme (GP) dab Enhanced Guidance Programme (EGP) berfungsi sebagai program pengalihan yang dirancang untuk mencegah remaja memasuki sistem peradilan pidana formal. Program-program ini menyediakan layanan rehabilitasi, seperti konseling, dukungan keluarga, dan kegiatan terstruktur, tanpa perlu proses pengadilan formal. Remaja yang ditempatkan dalam program-program ini diberi kesempatan untuk menunjukkan komitmen mereka untuk berubah sebelum tindakan hukum lebih lanjut diambil. Pada tahun 2023, persentase signifikan dari pelanggar pertama kali dialihkan melalui program-program ini, yang mencerminkan keberhasilan pendekatan proaktif Singapura dalam menangani kenakalan remaja sebelum meningkat.
Peran Keluarga dan Masyarakat
Peran keluarga dan masyarakat merupakan hal yang utama dalam model peradilan anak di Singapura. Singapore Police Force (SPF), bekerja sama dengan Ministry of Social and Family Development (MSF), menyadari bahwa keterlibatan keluarga memegang peranan penting dalam rehabilitasi pelaku tindak pidana remaja. Oleh karena itu, program seperti Family Support Programme berupaya melibatkan orang tua dan wali dalam proses rehabilitasi, menyediakan konseling, dukungan, dan bimbingan bagi keluarga untuk membantu mereka mengelola perilaku anak secara efektif.
Sejalan dengan pendekatan Keadilan Restoratif, Singapura menekankan respons berbasis komunitas terhadap kenakalan remaja, di mana pelaku remaja didorong untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka dan menebus kesalahan melalui kegiatan pemulihan seperti community service dan apology letters.
Respons Kelembagaan, Strategi Pencegahan dan Rehabilitasi
Pendekatan Singapura terhadap kenakalan remaja menempatkan penekanan signifikan pada rehabilitasi dan pencegahan, yang terbukti dalam berbagai respons kelembagaan dan program rehabilitasi yang dirancang untuk mengatasi penyebab mendasar kenakalan remaja. Program-program ini dirancang tidak hanya untuk memperbaiki perilaku nakal tetapi juga untuk memfasilitasi reintegrasi remaja ke dalam masyarakat sebagai warga negara yang taat hukum. Keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Ministry of Social and Family Development (MSF), Singapore Police Force (SPF), dan lembaga khusus seperti Singapore Prison Service (SPS), memainkan peran penting dalam merehabilitasi pelaku kenakalan remaja dan membimbing mereka menuju perkembangan yang positif.
Rumah dan Pusat Rehabilitasi Remaja
Salah satu elemen utama sistem peradilan remaja Singapura adalah Youth Homes, yang menampung remaja yang telah melakukan pelanggaran serius. Rumah-rumah ini merupakan bagian inti dari proses rehabilitasi, yang dirancang untuk menyediakan lingkungan yang terstruktur dan mendukung tempat para pelaku kenakalan remaja dapat menjalani program rehabilitasi yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik mereka. Youth Homes berfokus pada pemberian life skills, edukasi, dan konseling, sekaligus menyediakan lingkungan yang mendukung yang bertujuan untuk mengubah perilaku mereka. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab, mengajari remaja untuk membuat keputusan yang lebih baik, dan membekali mereka dengan keterampilan yang diperlukan untuk kembali berintegrasi ke dalam masyarakat.
Youth Homes juga menawarkan program pendidikan yang selaras dengan kurikulum nasional Singapura, yang memungkinkan remaja yang ditahan untuk melanjutkan pendidikan mereka. Pendekatan ini membantu mencegah remaja tertinggal secara akademis dan meningkatkan rasa normal selama rehabilitasi mereka. Remaja di fasilitas ini juga didorong untuk berpartisipasi dalam vocational training guna meningkatkan kemampuan kerja mereka setelah dibebaskan.
Guidance Programme (GP) dan Enhanced Guidance Programme (EGP)
Bagi remaja yang telah melakukan pelanggaran yang tidak terlalu serius atau baru pertama kali melakukan pelanggaran, Singapura menawarkan program pengalihan seperti Guidance Programme (GP) dan Enhanced Guidance Programme (EGP). Program ini dirancang untuk mencegah remaja memasuki sistem peradilan pidana formal dengan menawarkan jalur alternatif menuju rehabilitasi.
GP menawarkan konseling terstruktur, mentorship, dan dukungan keluarga, yang bertujuan untuk mengatasi akar penyebab perilaku nakal, seperti disfungsi keluarga, kegagalan akademis, dan pengaruh teman sebaya. EGP, versi GP yang lebih intensif, ditujukan pada remaja dengan masalah perilaku yang lebih parah atau riwayat mengulangi tindak pidana. Kedua program tersebut bertujuan untuk memperbaiki perilaku melalui intervensi berbasis komunitas, di mana remaja terlibat dalam kegiatan konstruktif seperti layanan masyarakat atau sesi terapi kelompok. Program-program ini memberikan kesempatan bagi remaja untuk mengubah hidup mereka tanpa perlu hukuman pengadilan formal, dan statistik menunjukkan bahwa remaja yang ditempatkan dalam program-program ini cenderung tidak mengulangi tindak pidana.
Program Dukungan Keluarga
Menyadari peran penting keluarga dalam mencegah dan menangani kenakalan remaja, Singapura telah mengembangkan berbagai inisiatif rehabilitasi yang berpusat pada keluarga. Family Support Programme (FSP) adalah salah satu inisiatif tersebut, yang dirancang untuk membantu keluarga mengelola perilaku anak mereka secara efektif. Program ini menyediakan konseling keluarga, dukungan pengasuhan, dan panduan praktis untuk memastikan bahwa remaja menerima dukungan emosional dan sosial yang diperlukan dari keluarga mereka.
Family Service Centres (FSCs), yang dijalankan oleh MSF, berkolaborasi dengan program-program ini untuk memperkuat kapasitas keluarga dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh kenakalan remaja. Keluarga yang berpartisipasi dalam program-program ini sering kali mendapat manfaat dari dukungan profesional, yang meningkatkan dinamika keluarga secara keseluruhan dan mendorong hasil yang lebih baik bagi pelaku kenakalan remaja.
Pendekatan Keadilan Restoratif
Pendekatan Restorative Justice di Singapura menekankan akuntabilitas dan reparasi daripada hukuman, mendorong remaja untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka dan memperbaiki kerugian yang disebabkan kepada korban. Pendekatan ini melibatkan keterlibatan langsung dengan pihak-pihak yang terdampak dan berupaya untuk mengintegrasikan kembali para remaja ke dalam masyarakat dengan mengatasi konsekuensi emosional dan sosial dari tindakan mereka. Restorative justice conferences memungkinkan korban, pelaku remaja, dan keluarga mereka untuk membahas pelanggaran dalam lingkungan yang dimediasi, dengan tujuan mencapai resolusi yang disepakati bersama.
Pendekatan ini telah diadopsi secara luas untuk para pelaku first-time offenders dan less serious crimes, karena memungkinkan rehabilitasi yang lebih personal dan mengurangi kemungkinan mengulangi pelanggaran. Dengan berfokus pada hasil restoratif, sistem ini menumbuhkan empati pada para remaja dan memberi mereka pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak tindakan mereka terhadap orang lain, yang pada akhirnya membantu dalam perkembangan emosional dan sosial mereka.
Program Rehabilitasi Berbasis Komunitas
Aspek penting lainnya dari manajemen kenakalan remaja Singapura adalah penggunaan community-based programs yang ditujukan untuk mendukung proses rehabilitasi. Program-program ini sering kali melibatkan kemitraan dengan lembaga swadaya, pekerja sosial, dan pemuka masyarakat untuk membantu para pelaku pelanggaran remaja berintegrasi kembali ke dalam masyarakat. Program-program ini dirancang untuk memberikan contoh positif dan menawarkan kesempatan bagi para pelaku kenakalan remaja untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang membangun di dalam komunitas mereka, seperti olahraga, seni, dan kesukarelaan.
Program Community-Based Sentencing (CBS) adalah salah satu inisiatif tersebut, yang dirancang untuk memungkinkan para pelaku kenakalan remaja untuk bertanggungjawab atas kesalahannya kepada masyarakat (repay society) dengan memberikan kontribusi melalui layanan masyarakat atau berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi. Program ini membantu menjaga hubungan para remaja dengan komunitas mereka dan mengurangi risiko isolasi, yang merupakan faktor umum dalam perkembangan perilaku nakal lebih lanjut.
Tantangan dan Efektivitas
Meskipun program rehabilitasi Singapura untuk pelaku kenakalan remaja telah berhasil dalam banyak kasus, ada banyak tantangan berkelanjutan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut meliputi sumber daya yang memadai untuk mendukung meningkatnya jumlah pelaku pelanggaran remaja, adaptasi berkelanjutan terhadap program-program guna mengatasi tekanan sosial yang terus berubah, seperti peningkatan akses ke teknologi digital dan media sosial, yang dapat membuat remaja terpapar pada bentuk-bentuk perilaku nakal yang baru.
Namun, intervensi dini, dukungan keluarga, dan keadilan restoratif telah membuahkan hasil positif, sebagaimana dibuktikan oleh menurunnya angka kenakalan remaja dan relatif rendahnya angka residivisme dalam beberapa tahun terakhir.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
Pendekatan Singapura terhadap kenakalan remaja mencerminkan pendekatan model holistik dan terintegrasi yang mengutamakan pencegahan, intervensi dini, dan rehabilitasi daripada tindakan hukuman. Tingkat kenakalan dan pengulangan tindak pidana di kalangan remaja yang rendah secara konsisten di negara ini antara tahun 2019 dan 2023—meskipun terjadi peningkatan global dalam aktivitas kriminal remaja—menunjukkan kemanjuran model ini. Dengan kerja sama kelembagaan antara Ministry of Social and Family Development (MSF), Singapore Police Force (SPF), Youth Courts, dan berbagai organisasi masyarakat, sistem ini menyeimbangkan ketegasan hukum dengan perawatan sosial. Penerapan keadilan restoratif oleh negara, program pengalihan terstruktur seperti Guidance Programme (GP), dan penekanan kuat pada keterlibatan keluarga dan sekolah menggambarkan komitmen strategis untuk mengatasi akar penyebab kenakalan daripada sekadar gejalanya.
Meskipun demikian, tantangan baru dan yang muncul terus menguji ketahanan sistem Singapura. Ini termasuk pengaruh teknologi (misalnya, perundungan siber, penipuan digital), disfungsi keluarga, putus sekolah, dan tekanan teman sebaya dalam lingkungan digital yang berkembang pesat. Meskipun lembaga dan program telah beradaptasi sampai batas tertentu, masih ada kebutuhan untuk pembaruan dinamis dalam kerangka hukum dan kebijakan sosial untuk mengatasi perubahan lanskap perilaku remaja.
Rekomendasi Kebijakan Penanggulangan Kenakalan Remaja di Indonesia
1. Penguatan Literasi Digital dan Pendidikan Etika Siber sejak Usia Dini
Dengan meningkatnya eksposur anak dan remaja Indonesia terhadap internet dan media sosial, penting untuk mengintegrasikan pendidikan literasi digital dan keamanan daring dalam Kurikulum Merdeka Belajar. Materi seperti etika digital, perlindungan data pribadi, cyberbullying, dan hoaks harus diajarkan secara kontekstual mulai dari jenjang sekolah dasar hingga menengah.
- Program seperti Sekolah Ramah Anak perlu diperluas dengan modul digital citizenship.
- Kolaborasi antara Kemendikbudristek, Kementerian Kominfo, dan LSM pendidikan teknologi sangat diperlukan.
2. Perluasan Program Intervensi Berbasis Keluarga dan Komunitas
Indonesia memerlukan pendekatan yang lebih sistemik dalam menangani akar masalah keluarga sebagai sumber potensial kenakalan remaja. Program seperti PKH (Program Keluarga Harapan) dan Bimbingan Orang Tua di Puskesmas harus diperluas untuk mencakup:
- Early family risk identification (pendeteksian dini disfungsi keluarga)
- Pendampingan keluarga berbasis RT/RW oleh kader dan pekerja sosial
- Peningkatan kapasitas Pekerja Sosial Profesional melalui pendidikan dan pelatihan bersertifikat
3. Penguatan Inisiatif Diversi, Restorative Justice, dan Bimbingan Sebaya
UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sudah menekankan diversi, namun implementasinya masih lemah. Pemerintah perlu:
- Meningkatkan dukungan pada lembaga pemberi layanan rehabilitasi berbasis masyarakat
- Mengembangkan program mentorship oleh mantan pelaku anak yang telah berhasil pulih, bekerja sama dengan komunitas seperti Karang Taruna atau organisasi kepemudaan
- Memperluas opsi penghukuman alternatif berbasis komunitas, termasuk pelatihan vokasi, pengabdian sosial, dan konseling kelompok
4. Investasi dalam Riset Longitudinal dan Konsolidasi Data Nasional
Indonesia sangat kekurangan data longitudinal tentang perkembangan kenakalan remaja. Pemerintah harus:
- Membangun sistem integrasi data antar lembaga (BPS, Kemensos, KPAI, Kepolisian, dan Lapas Anak)
- Mendukung lembaga riset independen dan perguruan tinggi untuk melakukan studi jangka panjang
- Mendorong lahirnya Youth Crime and Development Observatory di bawah koordinasi Bappenas atau BRIN
5. Reformulasi Kebijakan Hukum Anak untuk Menghadapi Munculnya Berbagai Tindak Pidana Baru
Perubahan sosial dan teknologi telah menghasilkan bentuk baru kenakalan remaja, seperti perundungan daring, sexting, geng remaja, hingga keterlibatan dalam judi online. Maka dari itu:
- Perlu revisi UU SPPA untuk mencakup tindak pidana berbasis teknologi
- Mendorong kerjasama antar kementerian (Kemenkumham, Kemendikbudristek, Kominfo, dan Kepolisian) dalam membentuk Satuan Tugas kenakalan remaja Digital
Memberikan pelatihan kepada aparat penegak hukum tentang pendekatan rehabilitatif dalam penanganan anak
References
- Chan, W.-C. (2008). Juvenile offending and the legal system in Singapore. British Journal of Community Justice, 8(3), 77–90. https://mmuperu.co.uk/bjcj/wp-content/uploads/sites/441/2020/08/BJCJ_8-3_-_Wing-Cheong_Chan.pdf
- Chan, W.-C. (2006). The prevention of juvenile delinquency in Singapore. ResearchGate. https://www.researchgate.net/publication/228190083_The_Prevention_of_Juvenile_Delinquency_in_Singapore
- Farrington, D. P. (2003). Developmental and life-course criminology: Key theoretical and empirical issues. Criminology, 41(2), 221–255. https://doi.org/10.1111/j.1745-9125.2003.tb00987.x
- Jones, L. M., Mitchell, K. J., & Finkelhor, D. (2012). Trends in youth internet victimization: Findings from three Youth Internet Safety Surveys. Journal of Adolescent Health, 50(2), 179–186. https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2011.09.015
- Judiciary Singapore. (2024). Overview of youth arrest and court process. https://www.judiciary.gov.sg/criminal/youth-arrest-overview-process
- Livingstone, S., & Bulger, M. (2014). A global research agenda for children’s rights in the digital age. Journal of Children and Media, 8(4), 317–335. https://doi.org/10.1080/17482798.2014.961496
- Ministry of Social and Family Development (MSF). (2019). Report on youth delinquency (medium res). https://www.msf.gov.sg/docs/default-source/ncpr/fa_msf_report-on-youth-delinquency-2019-(medium-res).pdf
- Ministry of Social and Family Development (MSF). (2024a). Factsheet on youth delinquency 2019–2023. https://www.msf.gov.sg/docs/default-source/ncpr/factsheet-on-youth-delinquency2fa97cee-baa3-401c-a986-71eb8871bb0b.pdf
- Ministry of Social and Family Development (MSF). (2024b). Youth crime and guidance programme statistics. https://www.msf.gov.sg
- Ministry of Social and Family Development (MSF). (2024c). Restorative Justice approach for youth offenders. https://www.msf.gov.sg/docs/default-source/ncpr/fa_msf_report-on-youth-delinquency-2019-(medium-res).pdf
- Ministry of Social and Family Development (MSF). (2024d). Youth reoffending rate in Singapore remains low from 2019 to 2023. Channel News Asia. https://www.channelnewsasia.com/singapore/youth-reoffending-rate-singapore-remain-low-2019-2023-msf-report-4724191
- Singapore Legal Advice. (2024). What happens if my child is arrested for a crime in Singapore? https://singaporelegaladvice.com/law-articles/juvenile-crime-child-arrested-singapore
- Singapore Police Force. (2024). Youth crime prevention strategies. https://www.police.gov.sg
- Tan, K. (1967). The prevention of juvenile delinquency in Singapore. Singapore Journal of Legal Studies, 9(Dec), 299–316. https://law.nus.edu.sg/sjls/wp-content/uploads/sites/14/2024/07/504-1967-9-mal-dec-299.pdf
- The Straits Times. (2024, May 7). Shop theft, cheating and sexual offences were top crimes by S’pore youth in 2023. https://www.straitstimes.com/singapore/shop-theft-cheating-and-sexual-offences-were-top-crimes-by-spore-youth-in-2023
- Walsh, F. (2016). Strengthening Family Resilience (3rd ed.). Guilford Press. https://www.guilford.com/books/Strengthening-Family-Resilience/Froma-Walsh/9781462522334
Zehr, H. (2002). The Little Book of Restorative Justice. Good Books. https://emu.edu/now/restorative-justice/book-little-book-of-restorative-justice